Pemerintah Sudah Siapkan Mitigasi Bencana Bandara Kulon Progo
Maritim – Yogyakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) , Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Gajah Mada telah mengkonfirmasi potensi bahaya gempa bumi dan tsunami di lokasi pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIAP), Kulon Progo. Kawasan pantai selatan Pulau Jawa rawan terhadap gempa bumi dan tsunami. Pantai selatan merupakan pertemuan antara dua lempeng yakni Australia dan Eurasia, sehingga subduksi dua lempeng tersebut bisa menghasilkan gempa dan tsunami.
Pemerintah pusat sangat memperhatikan hal ini. Sebelum groundbreaking oleh Presiden Joko Widodo, mitigasi bencana sudah dibahas dalam rapat-rapat persiapan. Pembangunan bandara NYIAP dirancang dengan mitigasi bencana. Pihak pengembang yakni Angkasa Pura 1 dan pemerintah daerah akan memastikan pembangunannya aman dan sesuai rencana.
Sudah ada opsi teknis mitigasi yang tidak semata berorientasi biaya tapi juga berpotensi memberikan nilai tambah terhadap bandara ini. Pemerintah sudah memperhitungkan resikonya.
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) menggelar Workshop bertemakan “Dukungan Infrastuktur yang Handal untuk Proyek Strategis Nasional”, Workshop ini ditujukan untuk mengungkap dan menghitung potensi bahaya gempa bumi dan tsunami di Bandara Kulon Progo (New Yogyakarta International Airport) dan metode mitigasi bencananya.
Menurut Assisten Deputi Bidang Infrastuktur Pelayaran, Perikanan dan Pariwisata Kemenko Maritim, Rahman Hidayat yang juga didaulat sebagai moderator Workshop tersebut, kegiatan ini sejatinya dilaksanakan karena berkaitan dengan momentum peluncuran Badan Otorita Pariwisata (BOP) Borobudur oleh Kemenko Maritim dan Kementerian Pariwisata pada 19 Juli 2017 silam.
“Dan salah satu critical success factor tentang BOP Borobudur itu adalah keberadaan Bandara Kulon Progo ini, yang nantinya akan menjadi pintu gerbang udara kawasan BOP Borobudur,” ujarnya, Selasa (29/8) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Rahman menjelaskan, hal tersebut sudah menjadi concern Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga (K/L) terkait. “Kita sama-sama memahami issue lokasi bandara rentan terhadap bahaya tsunami. Hanya saja memang ketika belakangan ini terkonfirmasi (bahaya tsunami) ini menjadi semacam polemik lagi di masyarakat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rahman menegaskan sebelum Ground Breaking pembangunan bandara, mitigasi bencana sudah dibahas dalam berbagai rapat, meskipun tidak dikemukakan di publik. Kemenko Maritim menginginkan agar pembangunan tersebut berjalan sesuai standar keamanan internasional. Opsi-opsi mitigasi sudah disiapkan.
“Bagaimana implementasinya? itulah yang menjadi diskusi utama kita pada hari ini. Artinya bahwa bandara itu nantinya akan dibangun dengan satu paketlah bisa dikatakan dengan mitigasinya. Dan untuk metodenya bagaimana?, kita akan bersama mencari solusi yang terbaik,” tegas Rahman.
Opsi-opsi tersebut meliputi kekuatan bandara yang tahan gempa, gumuk-gumuk pasir, penanaman cemara udang dan mangrove serta sosialisasi mitigasi bencana kepada warga agar tanggap dalam menghadapi bencana.
"Bencana alam adalah keniscayaan, kita tidak pernah tahu, kapan atau dimana akan terjadi. Tapi kita punya ilmu, punya akal dan kita belajar untuk mengantisipasi. Meminimalkan kerugian, mengurangi korban." Pungkas Rahman. ***