Penyempurnaan RUU Landas Kontinen Perlu Segera Aksi Lanjut
Maritim – Jakarta, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penentuan Pemrakarsa revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 mengenai Landas Kontinen, Selasa (18-07-2017). Adapun Rakor tersebut terkait adanya surat dari Kementerian ESDM, mengulas rencana pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU) Landas Kontinen Indonesia.
Rapat dipimpin oleh Tenaga Ahli Menko Bidang Administrasi dan Hubungan Antar-Lembaga, Asep D. Muhammad. “Ini (rapatterkait) adanya surat dari Kementerian ESDM, mengulas rencana pembuatan RUU Landas Kontinen Indonesia. Sebetulnya sudah cukup lama disiapkan Kemen Kumham sejak tahun 2015, kami kira juga Kumham sudah menyiapkan matang naskah akademisnya,” kata Asep dalam rapat.
Terkait RUU tesebut, Asep memaparkan, sebetulnya sudah cukup banyak hal yang perlu diperbaiki dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1973. “Mungkin sudah banyak yang perlu kita ubah. Kita juga perlu melakukan penataan sesuai dengan UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi dengan UU nomor. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS“ ucapnya.
“Kita juga telah mengidentifikasi beberapa hal, misal untuk pertemuan pertama, yaitu melakukan penyempurnaan sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut, kita tindak lanjuti,” tambahnya. Pada diskusi awal juga, lanjut Asep, sudah disinggung kewajiban-kewajiban yang perlu dilakukan oleh Indonesia untuk pelaksanaan UU 17 Tahun 1985.
“Jadi pada tanggal 9 Maret lalu, kami melakukan pertemuan pertama di sini dengan agenda yang sama dengan melibatkan beberapa Kementerian dan Lembaga seperti Kementerian Perhubungan, ESDM, dan juga KKP, kemudian dari kementerian Pertahanan, KLHK, Setkab, serta Pushidros juga hadir. Kita hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang terkait dengan UNCLOS 1982, terkait dengan beberapa ketentuan yang memerlukan penyempurnaan dan perlu disiapkan peraturan sesuai dengan perkembangan bidang hukum laut, yang pertama adalah revisi atau mengganti undang-undang nomor 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen. Lalu penambahan zona tambahan, serta batas perairan dan pedalaman, lalu PP nomor 37 tahun 2002 tentang hak dan kewajiban kapal laut negara asing,” jelasnya.
Memang upaya ini, ungkap Asep, membutuhkan koordinasi instansi dan itu kewajiban Kemenko Maritim. “Karena kalau melihat Undang-Undang nomor 1 Tahun 1973 itu juga terkait dengan masalah telekomunikasi, (UU nomor 6 tahun 1999), tentang kelistrikan (UU nomor 30 tahun 2009), undang-undang pelayaran yang kita tahu terkait di antaranya dengan perhubungan, lalu masalah lingkungan hidup (UU nomor 32 tahun 2009) dan UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam. Terkait juga dengan pertahannan dan keamanan (UU nomor 3 tahun 2002), serta terkait masalah mineral dan SDA di lingkungan ESDM (UU nomor 22 tahun 2011),” tuturnya.
“Nah terkait dengan surat dari Kementerian ESDM yang mengusulkan agar KKP dapat menjadi pemrakarsa dari revisi UU No. 1 Tahun 1973. Karena materi muatan RUU landas kontinen tersebut berkaitan erat dengan fungsi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dan yang berkaitan dengan bab 7 mengenai penegasan dan penegakan hukum di laut. Oleh karena itu, kami mengusulkan rancangan undang-undang tentang landas kontinen Indonesia dapat diprakasai oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan,” pungkasnya. Intinya, tegas Asep, Kemenko Maritim sebagai kementeraian yang memiliki tugas koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian, akan tetap mengawal rencana perubahan undang-undang 1 tahun 1973 ini, dan harus segera dilaksanakan, tentunya dengan memperhatkan capaian yg telah dihasilkan oleh Kemen Kumham dan Kementerian serta Lembaga lain penyusun RUU sebelumnya. Sementara itu, Asdep Hukum dan Perjanjian Maritim Kemenko Maritim, Budi Purwanto menambahkan bahwa hasil rapat ini adalah sudah jelas bahwa KKP ditunjuk sebagai Pemrakarsa dan RUU tersebut, sedangkan Kemenko Maritim akan bertindak sebagai leading dalam pembahasan, agar penyelesaian RUU tersebut dapat segera diselesaikan dengan tentunya tetap memperhatikan berbagai kepentingan.