Perguruan Tinggi Perlu Membangun Center of Excellence Kemaritiman

Perguruan Tinggi Perlu Membangun Center of Excellence Kemaritiman

Maritim - Malang, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bersama Fakultas Hukum Universitas Brawijaya mengadakan kuliah umum dalam rangkaian ALSA (Asian Law Student Association) Symposium 2017 dengan mengundang Deputi Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno mengangkat tema Kebijakan Kelautan Indonesia (12/10).

Kuliah umum ini diikuti lebih dari 300 peserta yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Hukum dan fakultas lainnya di Universitas Brawijaya serta dosen dan akademi kampus. Kegiatan ini berlangsung di Studio UB TV Gedung Rektorat.

Sebelumnya Direktur UB TV (jaringan televisi Universitas Brawijaya Channel 57 UHF) Riyanto menyampaikan kuliah umum ini merupakan kerja sama yang perlu ditindaklanjuti antara UB dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia. Kebijakan Kelautan Indonesia menjadi tema utama sebagai strategi diplomasi maritim menuju poros maritim dunia. Riyanto siap mendukung kegiatan sosialisasi kemaritiman melalui jaringan UB TV. Asisten Deputi Hukum dan Perjanjian Maritim Budi Purwanto menyambut baik tawaran kerja sama ini. Budi Purwanto menyampaikan tindak lanjut kerja sama sosialisasi dan publikasi selanjutnya akan ditangani oleh Biro Informasi dan Hukum Kemenko Maritim.

"Kegiatan ini semoga dapat memberikan pemahaman dan menambah wawasan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa hukum mengenai peranan Indonesia dalam dunia maritim Internasional, Kalau kerja sama sosialisasi dan publikasi, bisa tindak lanjut dengan tim dari Biro Informasi dan Hukum” tuturnya.

Dekan Fakultas Hukum UB Rachmad Safa'at dalam sambutannya menyampaikan kuliah umum ini sangat strategis. “Isu yang diangkat sangat penting, kita pernah jaya di laut tapi pembangunan kita memunggungi laut. Padahal kita memiliki sumber daya alam kelautan yang luar biasa”. Rachmad juga menyampaikan keprihatinannya saat memaparkan bahwa garis pantai Indonesia terluas nomor dua di dunia setelah Kanada, tapi transportasi kelautan Indonesia tidak unggul di laut dan nelayan Indonesia tidak hidup sejahtera. “Dengan kuliah umum ini kita tingkatkan pemahaman mahasiswa, menampung ide dan gagasan mewujudkan Indonesia menuju poros maritim dunia,”. Rachmad juga mengapresiasi mahasiswa FH UB yang berhasil mempersiapkan kuliah umum ini dalam waktu relative singkat.

Kehadiran Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dalam hal ini diwakili oleh Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno menjadi agenda penting dalam berbagi pengalaman, pemahaman dan pandangan terkait kebijakan kelautan Indonesia (Perpres No.16 tahun 2017) dan implikasinya dalam hukum internasional kepada para mahasiswa.

Pada kesempatan ini Deputi Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno yang juga pernah menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa memaparkan materi mengenai Kebijakan Kelautan Indonesia, lintas batas negara dan latar belakang sejarah Indonesia sebagai negara maritime. Kuliah umum yang dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dimoderatori oleh Dosen Hukum Internasional UB Diana, Phd.

Deputi Havas memulai kuliah umum dengan menunjukkan foto kapal phinisi dengan latar belakang gunung Krakatau. “Indonesia memiliki gunung dan lautan, ini karakter bangsa kita bahwa Indonesia adalah bangsa gunung dan bangsa Samudra” Terang Deputi Havas mengawali sesi kuliah umum. Indonesia memiliki sejarah maritime yang sangat lama. “China memiliki jalur sutra, sementara Indonesia-Nusantara memiliki jalur rempah.” Deputi Havas menyampaikan Indonesia setelah merdeka memiliki semua wilayah Hindia Belanda, tetapi saat itu batas 3 mil laut tidak sesuai dengan negara kepulauan. Perdana Menteri Djuanda melakukan terobosan kebijakan kelautan melalui Deklarasi Djuanda yang menambah batas laut sesuai prinsip negara kesatuan dilanjutkan Perundingan UNCLOS III, Diplomasi Perbatasan, Pengelolaan Selat Malaka dan Singapura dan sebagainya. Sementara dalam pemerintahan Jokowi-JK kebijakan kelautan Indonesia untuk menjadi proros maritim dunia termasuk dengan dibentuknya kembali Lembaga Kemenko Maritim serta disahkannya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.

“Terdapat 5 pilar Kebijakan Kelautan pemerintahan Jokowi-JK yaitu budaya kemaritiman, ekonomi kemaritiman, infrastruktur kemaritiman, diplomasi kemaritiman dan keamanan kemaritiman.” katanya.

Deputi Havas juga menyampaikan perguruan tinggi perlu berperan lebih terkait maritime. Perguruan tinggi bisa mengumpulkan kuliah terkait kemaritiman dalam satu klaster kemaritiman. "Saya mengajak Universitas Brawijaya membangun center of excellence kemaritiman, Ini akan memudahkan kita, baik pemerintah dalam hal implementasi kebijakan kelautan (ocean policy) maupun apabila pihak kampus bekerja sama bidang kemaritiman dengan negara-negara lain atau dengan organisasi internasional maritim. Untuk membangun center of excellence klaster maritim di Brawijaya ini, apa yang bisa kita (Kemenko Maritim) bantu untuk mewujudkannya? apa yang bisa di follow up dari pertemuan kita hari ini ? Implementasi Ocean Policy memerlukan standar excellence dalam penerapannya. Diperlukan pemahaman mendalam terhadap kemaritiman itu sendiri." Deputi Havas menyampaikan sampai saat ini baru Universitas Indonesia yang memiliki klaster kemaritiman.

Sebelum menutup sesi paparan, Deputi havas menegaskan, “Ocean policy tidak akan berjalan tanpa ada follow up dari semua stakeholder. Menurut saya Universitas merupakan salah satu stakeholder yang paling penting dalam pelaksanaan ocean policy Indonesia”. *