Maritim - Cirebon, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim)diwakili oleh Kedeputian Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam (SDA) dan Jasa Kemenko Maritim, mengadakan Seminar Nasional bertema “Percepatan Rehabilitasi Kerusakan Pesisir dan Laut di Indonesia”, di Cirebon (27/9).
Deputi Bidang Koordinasi SDA dan Jasa Agung Kuswandono menyatakan, Kemenko Maritim berupaya keras untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan berbagai pihak yang terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Pemda setempat. Selain itu Deputi Agung juga menegaskan, agar dikotomi dalam pemerintahan harus dihilangkan agar dapat bergerak maju bersama.
”Kami dari Kemenko Maritim akan terus berusaha keras untuk melakukan koordinasi dan bersinergi bersama dengan melupakan dikotomi pemerintah, start kita bukan dari nol tetapi dari minus nol, disebabkan degradasi yang terjadi cukup besar. Jadi kalau itu bukan program nasional tidak akan bisa, dan kalau tidak ditangani oleh semua pihak tidak akan pernah bisa,” ujarnya saat membuka Seminar Nasional tersebut.
Ditambahkan Agung, Indonesia adalah megara maritim besar di dunia, tetapi menurutnya diakui atau tidak, Indonesia juga telah lama meninggalkan samuderanya. Namun, lanjutnya, sekarang keadaan sudah berubah setelah Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo sudah mencanangkan Indonesia harus menjadi Poros Maritim Dunia dan mengembalikan kejayaan maritim Indonesia seperti di masa lampau. Dengan begitu Ia juga mengatakan, apabila tujuan itu terwujud bukan tidak mungkin negara-negara di sekitar kawasan akan lebih menghormati kedaulatan Indonesia. Agung pun menyatakan dengan langkah membenahi lautan dari pesisirnya terdahulu dan dengan skema pemerintah yang memprioritaskan pembangunan dari pulau terdepan, tujuan itu lebih cepat terwujud.
“Kita adalah negara maritim besar, perlu dicamkan itu.kita sudah terlalu lama membelakangi laut, dan sekarang pembangunan dialihkan dari Jawa Sentris menjadi Indonesia Sentris, dengan pembangunan massif di pulau terdepan, logistic cost kita perbaiki dengan tol laut, dan pesisir kita benahi. Telah banyak proses yang menuju ke Indonesia sebagai Poros Maritim dunia, ini adalah mimpi besar dan kita harus mengembalikan kejayaan kita sebagai Negara Maritim besar. Begitu kita bangkit percayalah, Negara di sekitar kawasan kita akan lebih homat kepada kita,” ucapnya.
Asisten Deputi Bidang Lingkungan dan Kebencanaan Maritim Kemenko Maritim, Sahat Panggabean menggambarkan masifnya tingkat kerusakan lahan mangrove di Indonesia akibat berbagai sebab diantaranya penebangan dan alih fungsi lahan mangrove menjadi areal tambak dan aktivitas ekonomi lainnya. “Ada 85 persen kerusakan pantai di Pantura dan untuk wilayah Indonesia, sekitar 51 persen kerusakan telah terjadi di seluruh Indonesia. Itu kan luasnya lebih dari setengahnya telah rusak secara nasional, dan di sisi lain laju kerusakan akibat konversi lahan yg terus terjadi sekitar sebesar 50 ribu hektar per tahun. Kita tidak bisa lagi mengandalkan KKP dan KLHK, kita harus kerja bersama lintas Kementerian/Lembaga, Swasta dan LSM yang peduli,” terangnya. Sahat juga menjelaskan proses rehabilitasi juga jangan sampai menyingkirkan masyarakat dan masyarakat wajib mendapatkan manfaat dari hutan mangrove. Cara yang akan digunakan tambahnya, adalah dengan melibatkan juga pihak-pihak terkait untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana melindungi hutan mangrove tetapi masyarakat juga tetap mendapatkan keuntungan, "Memanfaatkan tapi menjaga kelestarian hutan mangrove sesuai prinsip sustainable"
“Seperti yang dikatakan oleh Pak Menko Luhut melalui Pak Deputi Agung, masyarakat juga jangan sampai dirugikan, dan masyarakat tetap bisa berperan dan roda perekonomian tetap berjalan. Contohnya di Surabaya, hutan mangrove yang subur akan menarik minat wisatawan sekaligus positif bagi nelayan, karena habitat ikan dan satwa air itu terjaga dengan baik,” tutupnya.
Seminar Nasional “Percepatan Rehabilitasi Kerusakan Pesisir dan Laut di Indonesia” ini berlangsung selama dua hari (27-28 September 2017) ditutup dengan kunjungan lapangan bersama para perwakilan Pemerintah Pusat dan Daerah, Swasta dan pihak terkait lainnya. Kunjungan Lapangan ke areal hutan mangrove yang telah direhabilitasi dan dikembangkan di sekitar wilayah Cirebon dan Brebes di pesisir Pantai Utara Jawa, supaya menjadi role model dan menimbulkan kesamaan perspektif berbagai pihak untuk bersama-sama merehabilitasi hutan mangrove di Indonesia.***