Spouse Program KTT G20, Tiga Jenis Tari Tradisonal Ini Unjuk Diri Keberagaman Indonesia
Marves - Bali, Ada tiga jenis tari tradisional yang menjadi salah satu suguhan budaya pada saat penyambutan para pendamping Kepala Negara KTT G20 di Spouse Program KTT G20 yang berlangsung di Sofitel Nusa Dua Beach, Rabu (15-11-2022).
Menurut Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Wakil Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Angela Tanoesodibjo dalam Konferensi Pers di Media Center G20 tentang tiga tari tradisional yang ditampilkan adalah Tari Merak, Tari Pendet dan Tari Tor-tor.
“Kami menampilkan berbagai tarian, yaitu Tari Merak, Tari Pendet, dan Tari Tortor. Para spouse sangat menikmati dan mengapresiasi keanekaragaman budaya dan tradisi Indonesia,” kata Wamenparekraf Angela.
Dijelaskan bahwa Tari Merak merupakan tarian tradisional dari Jawa Barat. Kesenian tari ini diambil dari perilaku burung Merak jantan ketika ingin menarik perhatian Merak betina.
Dalam sejarahnya, Tari Merak diciptakan oleh seniman Bandung, Tjetje Soemantri pada tahun 1955 untuk menghibur para delegasi dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung. Pada tahun 1957, Tari Merak juga dipertunjukan untuk menyambut kehadiran Presiden Rusia, Voroshilof. Setelah Tjetje meninggal dunia pada tahun 1963, salah satu muridnya, Irawati Durban melakukan penyempurnaan gerakan tarian ini. Dan tugas pengembangan Tari Merak yang dilakukan Irawati seiring dengan permintaan Presiden Soekarno untuk mempersiapkan New York Fair pada tahun 1965.
Makna Tari Merak sebagai bentuk rasa kagum terhadap keindahan burung ini yang berada di alam bebas. Gerakannya menggambarkan tingkah laku Burung Merak Jantan yang menarik serta sifat angkuh membanggakan keindahannya. Salah satu bentuk gerakannya adalah gerak-gerik Burung Merak saat mengembangkan ekornya untuk memikat Burung Merak Betina.
Biasanya Tari Merak akan dimainkan oleh perempuan dengan mengenakan busana yang glamor, estetis dan eksotis. Dan hal ini menjadi dayatarik Tari Merak yang ditonton banyak orang.
Adapun Tari Pendet merupakan tari tradisional asal Bali. Tarian ini ditampilkan pada upacara keagamaan atau sebagai tarian penyambutan atas turunnya Dewata ke alam dunia.
Dalam sejarahnya, Tari Pendet awalnya merupakan tari sakral (wali) yang menjadi bagian dari upacra (bebali) piodalan yang berlangsung di Pura atau tempat suci keluarga. Upacara sebagai perwujudan rasa syukur, penghormatan, penyambutan kepada dewa yang berdiam di bumi dan pemujaan kepada dewa yang berdiam di Pura selama upacara berlangsung.
Tari Pendet biasanya dpentaskan di halaman Pura (jeroan) atau halaman tengah (jaba tengah) dengan iringan gamelan gong kebyar berlaras pelog dan gamelan gong semar pehulingan berlaras slendro. Para penari mengenakan pakaian adat Bali dan membawa bokor yang berisi sesaji berupa bunga, kepingan uang, hio dan makanan konsumsi sehari-hari.
Namun seiring waktu untuk mempertahankan eksistensi Tari Pendet dan pemenuhan kebutuhan hiburan bagi masyarakat, para seniman kemudian mengembangkan tarian yang semula hanya berfungsi sebagai tari upacara atau wali menjadi 'balih-balihan' atau tari hiburan.
Pada akhirnya Tari Pendet berfungsi sebagi tari hiburan dan penyambutan atau tarian selamat datang dengan gerakan 'balih-balihan' yang mengambil beberapa gerakan seperti megol, agem, angsel, nyeregseg, dan ngumbang. Beberapa penata tari ini membuat gerakan lebih menarik dengan tambahan gerakan baru dan pengulangan pada beberapa gerakan.
Dan seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet sebagai sambutan selamat datang, meski tetap mengandung makna yang sakral dan religius.
Adapun Tari Tor-tor adalah tari tradisional suku Batak. Mulanya adalah tari ritual dan sakral yang dipertunjukkan pada acara pemakaman, upacara penyembuhan, dan upacara tradisional Batak lainnya.
Tari ini menampilkan harapan dan doa. Makna dari gerakan-gerakannya menunjukkan Tortor adalah sebuah media komunikasi, di mana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara.
Selain ketiga tarian tradisional tersebut, para pendamping Kepala Negara KTT G20 juga disuguhkan permainan musik tradisional seperti Kolintang, Gendang Batak, dan Gamelan Rindik.
“Kami menampilkan live music tradisional, dari musik Gamelan Rindik, musik Keroncong, Kolintang, Gondang Batak, serta penampilan anak-anak dengan baju-baju tradisional,” kata Angela.
Spouse Program ini dinikmati tidak hanya Agela, tetapi juga Ibu Iriana Jokowi dan para Pedamping KTT G20. Dan kesuksesan acara ini diakui Angela sesuai arahan Ibu Negara yang sangat detail terkait seluruh rangkaian acara dan juga keterlibatan, kerja keras dari berbagai instansi. Mulai dari Kemenkomarves, Kemensetneg, Kemenlu, TNI/Polri, dan tentunya Kemenparekraf dan pihak-pihak lain.
Biro Komunikasi
Kementeriaan Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi